Partisipasi Politik di Media Sosial

by

Ketika kelompok kami beberapa minggu lalu mendapat giliran presentasi mengenai partisipasi politik dalam kelas PTIK, di akhir sesi presentasi kami mendapat pertanyaan dari dosen kami yang kira-kira berbunyi seperti ini: apakah membicarakan tentang politik di media sosial merupakan bentuk dari partisipasi politik? Dalam waktu yang sempit itu, kami sempat kelabakan mencari jawabannya dan akhirnya hanya menjawab sekadarnya saja. Jadi, sekarang saya ingin mencoba menjawab pertanyaan tersebut dengan lebih layak.


Jadi, apa saja yang sebenarnya masuk dalam lingkup partisipasi politik? Kenyataannya memang sulit untuk menjawab pertanyaan ini, karena sesungguhnya tidak ada definisi tunggal dari terminologi ‘partisipasi politik’. Tetapi, kebanyakan dari definisi-definisi yang ada setuju bahwa pada intinya, partisipasi politik adalah aktivitas yang bertujuan untuk memengaruhi ‘negara’. Di sini disebut negara karena partisipasi politik tidak hanya dapat terjadi di negara demokratis, tetapi juga mungkin terjadi di negara dengan pemerintahan yang otoriter. Sehingga, penggunaan terminologi ‘negara’ atau ‘state’ dalam frasa ‘memengaruhi negara’ dapat diartikan secara luas, dan tidak hanya fokus kepada memengaruhi kebijakan publik, proses pengambilan keputusan, dan kegiatan-kegiatan lainnya yang hanya mudah dijangkau dalam negara dengan pemerintahan yang demokratis. Mengutip dari Verba, Schlozman, dan Brady dalam buku mereka, Voice and Equality: Civic Voluntarism in American Politics, partisipasi politik adalah ‘aktivitas yang memiliki niat atau efek untuk memengaruhi tindakan pemerintah’. Jadi, idealnya memang untuk memengaruhi, tapi jika aktivitas tersebut sudah memiliki niatan untuk memengaruhi politik, itu pun dapat disebut dengan partisipasi politik.

Tanpa disadari, pasti kita sebagai warga negara yang secara konstitusional bersifat demokratis paling tidak sudah melakukan suatu hal yang merupakan bagian dari partisipasi politik. Contoh-contoh umum dari partisipasi politik adalah mengikuti pemungutan suara dan melakukan demonstrasi atau unjuk rasa. Contoh lainnya adalah menandatangani petisi, menuliskan surat kepada pejabat publik, mendukung acara suatu gerakan, dan menjadi relawan kampanye. 

Jadi, di era digital seperti sekarang ini, apakah cuitan berbau politik di internet juga termasuk partisipasi politik? Mungkin iya, dan mungkin juga tidak. Pertama, kita dapat melihat dari konten cuitan itu sendiri. Jika memang terkesan ditujukan untuk memengaruhi politik, maka dapat dikatakan sebagai partisipasi politik meski efeknya belum tentu besar. Tetapi, jika cuitan tersebut misalnya mengandung hashtag yang berbau isu politik hangat saat itu tetapi kontennya hanya berisi hinaan terhadap salah satu pejabat publik, mungkin belum dapat diklasifikasikan sebagai suatu bentuk partisipasi politik.

Jika melihat dari kuantitas dan dimensi efek dari partisipasi politik di media sosial, secara perseorangan mungkin satu cuitan tidak berarti banyak. Tetapi, ketika perseorangan tersebut merupakan seorang figur publik atau kebetulan cuitan tersebut memiliki efek yang besar terhadap politik, maka cuitan tersebut menjadi sebuah bentuk partisipasi politik yang berpengaruh terhadap politik. Ketika dilihat secara keseluruhan, cuitan-cuitan individual dapat juga dianalisa dan kemudian membentuk apa yang disebut dengan ‘opini publik’. Opini publik yang cenderung bersifat menyeluruh dan merefleksikan keinginan sebagian besar warga ini bisa juga pada akhirnya memengaruhi pejabat publik untuk kemudian diterjemahkan dalam kebijakan-kebijakan yang akan dibuatnya. Dalam masa kampanye pemilu, opini publik juga memiliki potensi untuk memengaruhi pemilih yang masih bimbang akan pilihannya.

Meski partisipasi politik tidak memiliki definisi yang tetap, kita tahu bahwa kegiatan ini merupakan salah satu bagian penting dari demokrasi yang sejatinya memiliki arti bahwa kekuasaan adalah ‘milik rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat’ seperti yang disebutkan oleh Abraham Lincoln dalam Gettysburg Address.

Jadi, sekarang saya sudah tahu jawabannya.


Sumber:

Verba, S., Brady, H. E., & Schlozman, K. L. (1995). Voice and equality: civic voluntarism in American politics. Cambridge, MA: Cambridge University Press.

WEHMEIER, N., & Press, O. U. (n.d.). Definitions of political participation. Diambil 16 Mei 2017, dari http://global.oup.com/uk/orc/politics/comparative/caramani3e/student/additional/ch18/01/