Social Construction of Technology

by Hasna A. Adiwinarso


Hai! Selamat datang di bahasan kali ini. By the way, dari kalian yang baca ini pernah denger tentang Social Construction of Technology, nggak?

Kalau yang baru pertama kali denger, jangan langsung males duluan ya. Konsep dari Social Construction of Technology atau yang disingkat dengan SCOT ini sebenernya mudah dimengerti kok. Jadi, SCOT adalah pandangan yang menganggap bahwa masyarakatlah yang membentuk atau memengaruhi perubahan dan perkembangan dalam teknologi. Penggagas dari konsep SCOT ini adalah Bijker dan Pinch. Menurut mereka kelompok sosial menentukan perkembangan teknologi, bisa kearah yang berhasil ataupun gagal. Di dalam SCOT juga terdapat beberapa konsep dasar untuk memperdalam pemahaman kita, yuk baca sama-sama!



Konsep pertama adalah Interpretive Fexibility, simpelnya konsep ini menganggap sebuah inovasi teknologi dapat menghasilkan outcome yang berbeda tergantung dengan respon masyarakat di sekitarnya. Kalau konsep kedua yakni Relevant Social Group yaitu orang-orang yang dapat memengaruhi hasil perkembangan teknologi tersebut. Mereka dianggap relevan karena mereka memang berhubungan dengan teknologi yang ada. Jadi dalam Relevant Social Group menganggap bahwa perkembangan teknologi akan terus berjalan hingga adanya approval dari kelompok sosial yang berhubungan tersebut. Biasanya perkembangan akan suatu teknologi akan berhenti, apabila kelompok sosial yang berhubungan sudah menerima adanya perkembangan tersebut (Bijker 1995, 270). Tapi hal ini juga tidak menutup kemungkinan bahwa teknologi tersebut akan berkembang lagi. Karena sejujurnya perkembangan teknologi ada karena disebabkan oleh tuntutan dari manusia. Konsep terakhir yakni Closure and Stabilization adalah tahap dimana ketika kelompok sosial sudah tidak menolak akan adanya inovasi teknologi tersebut. Keadaan sudah stabil, dimana kelompok yang relevan tersebut sudah bisa mengikuti adanya perubahan.

Gimana, masih belum begitu paham ya sama penjelasan diatas? Oke, kalau gitu kita langsung masuk ke contohnya aja yuk. Menurut saya, contoh yang cocok untuk menjelaskan konsep SCOT kalau dihubungkan dengan gaya hidup kita yang tergolong anak muda adalah Instagram.

Kayaknya nggak mungkin kalau ada anak muda yang nggak ngerti cara gunain Instagram, karena hampir setiap waktu di setiap harinya kita buka Instagram. Bisa untuk nge-cek update dari teman-teman sekitar, artis dan selebgram favorit kita, bahkan sampai belanja pun bisa karena adanya online shops yang jumlahnya sangat banyak di Instagram. Di pertengahan 2016 kemarin, sempat ada perubahan dari Instagram di beberapa aspek. Salah satunya yang ingin saya bahas adalah perubahan yang terjadi dalam Instagram news feed. Kalau kita perhatikan di feed atau timeline, postingan yang ada sudah bukan lagi dalam urutan yang kronologis. 


Sebelumnya postingan yang ada di feed kita adalah yang paling baru diatas, semakin kita scroll ke bawah maka akan muncul postingan yang makin lama. Namun sekarang postingan yang ada di feed tersebut muncul berdasarkan apa yang Instagram anggap paling penting bagi kita. Dengan kata lain, semakin sering kita membuka profile, memberikan like, serta memberi comment terhadap satu akun tertentu, maka akun tersebutlah yang akan muncul di feed kita. Pokoknya semakin sering kita berinteraksi dengan akun tersebut, maka akun tersebut yang akan paling sering kita lihat. Adanya perubahan ini sempat menyebabkan respon yang negatif dari para users karena mereka tidak suka dengan adanya perubahan ini. Mereka takut tidak bisa melihat postingan dari pengguna lain. Perubahan dari Instagram ini secara tidak langsung menuntut pengguna untuk menyalakan notifications dari setiap akun yang tidak ingin mereka lewatkan postingannya.


Relevant Social Group dari kasus ini adalah para pengguna Instagram, mereka sempat mengungkapkan ketidaksetujuannya akan adanya perubahan ini. Adanya respon seperti inilah yang saya bahas sebelumnya yakni Interpretive Fexibility. Walaupun adanya pengguna yang tidak suka dengan perubahan ini bukan berarti mereka berhenti 100% menggunakan Instagram, mereka tetap menggunakan Instagram namun tingkat pemakaiannya tidak setinggi sebelumnya. Bahkan ada yang sampai membuat petisi di website change.org untuk mengembalikan fitur Instagram sebelumnya ke postingan di feed atau timeline secara chronological order. Sampai saat ini belum saya temukan tanggapan yang menerima betul perubahan dari Instagram, akankah kita sebagai pengguna Instagram dapat sampai ke tahap Closure and Stabilization secara sepenuhnya? Diantara orang-orang yang tidak setuju akan adanya perubahan Instagram, bagaimana dengan kamu?

See you next time, bye bye!

Referensi :
Fitzpatrick, Alex. 28 Maret 2016. http://time.com/4273531/instagram-algorithm